Gemuruh angin mulai
mengibas-kibaskan baju yang melekat di tubuhku. Terpaannya yang dingin memaksa
tuk merayap masuk dalam pori-pori kulit tipisku. Aku kini tengah berada dalam
dek kapal yang nyaris berlabuh sempurna. Sesaat kemudian terdengar suara gemuruh
badan kapal yang menyinggung bibir dermaga hingga membuat goncangan kecil di
seluruh bagian kapal. Dan akhirnya aku kembali menginjakkan kakiku di tanah Jawa,
setelah hampir sejam terombang-ambing melawan terpaan ombak dan usikan gemuruh
angin laut di selat Bali. Selamat tinggal Pulau Dewata nan indah. Ku telusuri
lorong-lorong dermaga di pelabuhan Ketapang. Aku terenyuh menyaksikan
pemandangan yang memang asing untukku. Anak-anak pesisir yang sangat tangguh,
sedang mengais pundi-pundi rupiah dengan menceburkan diri ke dinginnya air laut
dan menjerit-jerit meminta koin-koin rupiah pada setiap pejalan kaki di atas
dermaga. Menyusuri lorong-lorong dermaga hanya demi pundi-pundi rupiah. Aku
semakin miris saat melihat seorang anak usia sekitar 7 tahun yang sedang
berdiri bersandar di salah satu tiang dermaga dengan tubuh telanjang dada dan
basah kuyup menggigil kedinginan dengan bibir yang membiru dan bergetar. Bahwa
hidup tak akan selalu mudah, dibutuhkan kerja keras yang begitu tinggi. Terima
kasih anak-anak pesisir ketapang yang tangguh, satu lagi pelajaran yang dapat
aku ambil.
Translate
Rabu, 11 Juli 2012
PPRRRRAAAAAAAAAKK…..
Kenyataan ini sukses mengobrak abrik serta menghujam kejam
seluruh ruang dalam hatiku. Harapan asa yang tlah ku susun rapi hingga memaksa
imaji berjuang menembus sang bima sakti, kini hancur menjadi kepingan-kepingan
kecil yang begitu tak adil. Hanya sedetik, kau mampu menapik seluruh asa yang
begitu pelik. Sayatan luka yang begitu mendera hanya sia-sia, tak jua kau
melirik walau hanya sedetik.
Ku pejamkan mata coklatku yang sinarnya mulai meredup. Ku
susun rapi asa dan mimpiku bersamamu. Ku hadirkan padang rumput yang
membentang, angin yang berhembus lirih mengusik tapi bagiku tak begitu berisik.
Rerumputan itu melambai-lambai mengikuti melodi angin yang kian mendayu.
Kulihat juga warna-warni bunga bertaburan dalam luasnya padang khayalku. Tanpa
ku sadari aku tersenyum bahagia. Terlalu bahagia bahkan. Hingga serasa angin
turut meniupku dalam melodinya yang begitu mendayu-dayu. Tenang dan damai, Oh
Tuhan seperti ini kah rasanya kebahagiaan sejati?? Sampai tiba saat kau
merenggut seluruh imaji itu. Kau matikan
sinar mataku yang mulai meredup itu. Kau obrak-abrikkan susunan puing-puing asa
yang tlah ku susun rapi. Kau sayat-sayat seluruh untaian bunga yang selalu ku pupuk dan ku sirami dalam
indahnya taman hatiku. Kau ubah angin yang berhembus lirih menjadi badai yang
memporak-porandakan seluruh ruang dalam hatiku.“Praaaakk” Sepertinya aku
mendengar ada yang patah dalam ruang dadaku. Deretan tulang rusuk ini terasa
begitu nyeri. Dadaku sesak, begitu sesak. Hingga aku lupa caranya bernafas
dengan benar. Cara mendapatkan udara yang begitu segar.
Jumat, 18 Mei 2012
Bangkit
Ku coba bangkit
Walau itu sakit
Tetap ku telan
meski terasa pahit
Hidup ini memanglah
sulit
Tak perlu ratapi
hilangnya menit
Harus hadapi semua
yang rumit
Agar tetap indah
seperti bulan sabit
Yang tak henti
hiasi langit
***
BADAI RINDUKU
TERPAAN AKAN BADAI
RINDU
DALAM LUASNYA
LAUTAN SEMBILU
YANG MEREKAT DI
TIAP WAKTU
TUK BAYANGI TIAP
LANGKAHKU
BAGAI ALUNAN MELODI
YANG MENDAYU
TAK SEDETIKPUN KAU
MELIRIKKU
DALAM TIAP DETIK
HIDUPMU
HANYA ADA ASA YANG
TERBELENGGU
TUK CAPAI SEBUAH
LANGIT BIRU
YANG MENANTI DALAM
GERBANG HIDUPMU
***
Asa yang tlah sirna
Menerawang
jauh dalam duka
Terkubur sudah harapan dan asa
Melayang
jauh dekati angkasa
Hingga
terkurung dalam jagad raya
Ku coba
lintasi luasnya buana
Namun tetap
terjatuh juga
Terus
kuratapi dalam tiap doa
Seluruh
harapan dan asa yang tlah sirna
***
Andai
Jerit hati yang tak
tergubris
Jerat rindu yang
semakin terkikis
Rona bahagia tak
jua terlukis
Membuat hatiku
menangis
Untaian
kata yang terucap
Membuatku
semakin tersekap
Dalam
penjara waktu yang gelap
Gulir
cintamu tak jua mengendap
Andai kau tau
Akan hadirnya
cintaku
Yang akan terus
menuju
Pada kerasnya
hatimu yang membatu
***
Kamis, 17 Mei 2012
Aliran Peluhku
Kucuran
peluh lelahku begitu deras
Sampai
kapan ini berakhi??
Hatiku menerawang jauh
Sejauh pikirku yang lelah menyatu
dengan raga ini
Tetesan peluh tetap menolak berhenti
Letih, lelqh yang ku rasa begitu nyata
Kerasnya bongkahan hidup yang kuhadapi
Tak mampu ku pecahkan
Obsesi semu untuk meraih kebahagiaan
hanya angan
Hatiku menjerit…
Aku lelah
Beban hidup begitu berat
Langganan:
Postingan (Atom)